Oleh : Agung Mulyo
Roman Muka Bumi Terus Berubah
Bila kita perhatikan bukit dan gunung yang menjulang tinggi dengan kokoh, tonjolan-tonjolan batukarang sepanjang jalan pedesaan, lembah aluvium sepanjang aliran sungai, kemilaunya pasir putih di pantai, serta hamparan bentang alam lainnya nan indah permai, maka tak ada seorangpun yang tidak akan merasa takjub dan terkesima. Semua yang kita lihat itu sesungguhnya masing-masing memuat sejumlah besar petunjuk tentang asal-usulnya sendiri.
Semula orang beranggapan bahwa corak dan ciri utama Bumi adalah telah ditetapkan pada zaman dulu kala pada saat pertama kali Bumi diciptakan. Perubahan-perubahan yang terjadi sekarang hanyalah bersifat setempat akibat erosi sungai, letusan gunungapi dan gempabumi. Akan tetapi berdasarkan pengamatan cermat selama waktu yang amat panjang, ternyata apa yang terjadi sesungguhnya tidaklah demikian. Litosfera, yaitu lapisan kulit Bumi selalu berada dalam pengaruh proses geologi yang terus berlanjut akibat adanya gaya eksogen dan endogen. Proses tersebut menyebabkan bentuk roman muka Bumi (landform) tidak permanen sejak masa kelahirnya sampai sekarang, tetapi terus mengalami perubahan sepanjang sejarahnya.
Alfred Wegener (1880-1930) pada tahun 1915 menyatakan, konon katanya pada 250 juta tahun yang lampau semua benua dan pulau-pulau yang ada saat ini asalnya satu daratan yang dinamakan Pangaea, dan hanya ada satu lautan yang dinamakan Panthalassa.
Akibat gaya endogen, sekitar 200 juta tahun yang lalu Pangaea mulai retak, terpecah-pecah dan bergerak saling menjauh. Proses tersebut terus berlangsung sampai akhirnya terbentuklah daratan dan lautan seperti yang ada sekarang. Lautan Pasifik merupakan sisa Panthalassa dan akan terus menyempit karena Benua Amerika bergerak ke arah barat memepetkan tepi barat samudra tersebut ke pinggiran Benua Asia dan Australia. Berbarengan dengan itu Lautan Atlantik terus bertambah luas.
Tektonik Lempeng
Pada dasar lautan ternyata juga terdapat batuan, akan tetapi sifatnya berbeda dengan batuan yang membentuk daratan. Dengan demkian batuan penyusun Bumi yang paling atas (litosfera) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batuan / lempeng daratan (Continental Plate) dan batuan / lempeng samudra (Oceanic Plate). Kedua macam lempeng tersebut mengapung di atas suatu massa dasar plastis yang dinamakan Astenosfera. Massa jenis lempeng samudera lebih berat dari pada lempeng benua, itulah sebabnya posisinya lebih rendah sehingga bagian atasnya ditutupi air menjadi lautan. Ini adalah konsep dasar teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonics)
Gambar 2. Lapisan kulit Bumi (Litosfera) menurut konsep Tektonik Lempeng
Cairan batuan panas yang terdapat di bawah lempeng menerobos ke atas sehingga lempeng retak dan terpecah-pecah. Pada bidang retakan antar lempeng terjadi pembekuan batuan yang membentuk lempeng samudera baru. Lempeng samudera yang baru tersebut terus bergerak bersama lempeng benua akibat terdesak oleh keluarnya cairan batuan yang terus-menerus.Bentuk Bumi yang bulat menyebabkan pecahan-pecahan daratan raksasa (lempeng benua) dan lempeng samudera yang terus bergerak itu pada akhirnya ada yang saling bertemu dan bertubrukan.
Tubrukan lempeng ada tiga macam, yaitu lempeng benua vs lempeng benua, lempeng samudera vs lempeng samudera dan lempeng benua vs lempeng samudera. Pegunungan Himalaya merupakan hasil tumbukan antara dua lempeng continen, yaitu kontinen India dengan kontinen Asia. Keduanya saling ngotot tidak ada yang mau mengalah, sehingga desakan antara kedua lempeng tersebut menjulang ke atas membentuk pegunungan yang tertinggi di Bumi.
Berbeda halnya dengan tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng benua seperti yang terjadi di lepas pantai barat Sumatera. Pada tempat tersebut terjadi tumbukan antara lempeng samudera Hindia dengan pinggiran lempeng benua Asia, yaitu Pulau Sumatera. Pada peristiwa ini lempeng samudera Hindia kalah stamina sehingga merunduk, menekuk masuk ke bawah lempeng Sumatera dan membentuk palung, yaitu dasar laut yang dalam dan sempit. Keadaan seperti ini terjadi sepanjang pantai barat Sumatera, Selatan Jawa sampai terus ke Nusa Tenggara dan Laut Banda.
Lempeng samudera yang tebalnya lebih dari 50 km tersebut terus mendesak dan bergerak masuk, gesekannnya menyebabkan panas yang sangat tinggi sehingga menimbulkan rangkaian gunungapi di atas P. Sumatera. Retakan dan patahan secara berkala akan terjadi pada kedua lempeng yang saling beradu. Oleh karena ukurannya yang sangat tebal, maka setiap kali terjadi retakan atau patahan selalu menimbulkan getaran yang oleh kita dinamakan gempabumi (gempa tektonik). Karena gempanya terjadi di bawah laut, maka akan menyebabkan air laut yang ada di atasnya ikut bergetar keras dan menimbulkan gelombang tsunami.
Zona penunjaman (suduction zone) yaitu batas tumbukan antara lempeng adalah merupakan pusat terjadinya gempabumi (hypocentrum). Negara Indonesia, seperti halnya Jepang adalah merupakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap bahaya gempabumi dan letusan gunungapi, kecuali di sebagian P. Kalimantan. Gerak lempeng di selatan Jawa 10 kali lebih cepat ketimbang yang terjadi di barat Sumatera, yaitu sekitar 10 – 15 cm setahun sehingga resiko bahayanya lebih tinggi lagi.
Selama lempeng-lempeng batuan masih bergerak, gempabumi dan letusan gunungapi akan terus terjadi di bumi ini. Bahkan lebih dari itu, desakan yang berasal dari lempeng samudera pasifik serta lempeng samudera Hindia-Australia yang terus-menerus, maka pada 50 juta tahun yang akan datang peta Bumi akan berubah seperti yang terlihat pada gambar 1. Tampak jelas dari gambar itu, tatkala P. Jawa, Kalimantan dan yang lainnya sudah tidak ada lagi di atas Bumi, maka sebagian besar P. Sumatera masih tetap eksis.
kerend yiah buni kita ney . . .
Lihat2, buat tugas anak SMP.
ini nih,,, yang di cari-cari siswa kelas 7 smp!!!
Assalamualaikum,
Pak,kalau boleh tau, sumber gambarnya dari mana ya pak?
terima kasih pak..
maaf pak, apa ada info terkait geologi pegunungan latimojong? terutama buntu bajaja? saya lagi menulis terkait jatuhnya pesawat avia star di Buntu Bajaja latimojong. tks. boy hasid 082292019999